KETIKA SALAFY WAHABI INGIN MENGALIHKAN SEBUTAN WAHABI DARI DIRI MEREKA

Sekte-sekte wahabi yang semakin hari semakin lucu saja dan bodoh membodohi orang awam,mereka marah dan enggan di sebut wahabi,bahkan mereka ingin membalikkan/mengalihkan sebutan wahabi yang melekat pada ajaran mereka kepada golongan lain,sehingga terkesan pada orang awam bahwa benar yang selama ini di sebut wahabi [yang sudah terkenal sesat] bukanlah golongan mereka,begini cara mereka membodohi para pengikut nya :



Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi,Orang ini telah banyak menghapus Syari’at Islam ,dia menghapus kewaiban menunaikan ibadah haji dan telah teradi peperangan antara dia dengan beberapa orang yang menentangnya,Dia wafat pada tahun 197 H di kota Thorat di Afrika Utara.Penulis mengatakan bahwa firqoh ini dinamai dengan nama pendirinya,dikarenakan memunculkan banyak perubahan dan dan keyakinan dalam madzhabnya.mereka sangat membenci Ahlussunnah.
Setelah Dosen itu membacakan kitabnya Asy Syaikh berkata :”Inilah Wahabi yang dimaksud oleh imam Al-Lakhmi,inilah wahabi yang telah memecah belah kaum muslimin dan merekalah yang difatwakan oleh para ulama Andalusia dan Afrika Utara sebagaimana yang telah kalian dapati sendiri dari kitab-kitab yang kalian miliki,


begitulah singkat cerita mereka pada pengikut nya.


Tanpa bersusah payah kita mencari benar/tidak nya cerita itu,tanpa harus mencari keshahihan cerita itu,tanpa harus memberatkan diri kita mencari rujukan cerita mereka,cerita itu tidak ada hubungan apa pun dengan kesesatan salafi wahabi yang bermanhaj salaf yakni pengikut M.Ibnu Abdil Wahab,karena sesat wahabi bermanhaj salaf ini bukan karena cerita itu sama sekali,tapi karena aqidah Tajsim/Tasybih dalam manhaj salaf yang mereka yakini sekarang,tanpa mengkaji sejarah pun,kita bisa menemukan di mana kesesatan Wahabi yang bermanhaj Salaf,yaitu dengan mencarikan dalil2 atau pendapat Ulama terdahulu.

BERIKUT AQIDAH SESAT WAHABI SEKARANG

1. Membagikan Tauhid kepada 3 Kategori

i. Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini, mereka mengatakan bahawa kaum musyrik Mekah dan orang-orang kafir juga mempunyai tauhid.
...
Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka menafikan tauhid umat Islam yang bertawassul, beristigatsah dan bertabarruk sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut diterima oleh mayoritas ulama Islam khususnya ulama empat mazhab.

Tauhid Asma dan Sifat: Tauhid versi mereka ini boleh menjerumuskan seseorang ke lembah tasybih dan tajsim

Menterjemahkan istawa sebagai bersemayam/bersila/bertempat

ii. Merterjemahkan yad sebagai tangan hakikat

iii. Menterjemahkan wajh sebagai muka hakikat

iv. Menisbahkan jihat (arah) kepada Allah (arah atas – jihat „ulya)

v. Menterjemahkan janb sebagai lambung/rusuk

vi. Menterjemah nuzul sebagai turun dengan zat

vii. Menterjemah saq sebagai betis

viii. Menterjemah ashabi' sebagai jari-jari, dll

ix. Menyatakan bahwa Allah SWT mempunyai "surah" atau rupa [Terbaru]

x. Menambah bi zatihi haqiqatan [dengan zat secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat mutashabihat, sedangkan penambahan itu tidak ada di dalam al-Qur'an dan al-Sunnah. Imam al-Zahabi sendiri mengkritik gurunya, Ibnu Taymiyyah berkenaan

masalah ini di dalam Siyar A'lam al-Nubala' [Rujuk kitab yang ditahqiq oleh bukan Wahabi kerana Wahabi membuang kritikan ini dalam terbitan mereka] [Terbaru]

xi. Sebahagian golongan Mujassimah menyatakan bahawa Allah :

* mempunyai gusi ( اللثة ) dan gigi gerham ( الأضراس ) [Terbaru]

* akan "duduk" bersama Nabi Muhammad SAW di atas arash [Terbaru]

* mempunyai mulut ( الفم ) [Terbaru]

(Rujuk Kitab Ibthal al-Ta'wilat oleh Abu Ya'la al-Farra' yang telah diterbitkan semula oleh "tangan-tangan Tajsim dan Tasybih" )

2. Tafwidh yang digembar-gemburkan oleh mereka adalah bersalahan dengan tafwidh yang dipegang oleh ulama Asy'ariyah dan ulama salaf.

3. Memahami ayat-ayat mutasyabihat secara zahir tanpa huraian terperinci dari ulama mu'tabar

4. Menolak Asy'ariyah dan Maturidiyyah yang merupakan mayoritas ulama Islam dalam perkara Aqidah

5. Sering mengkrititik Asy'ariyah bahkan sehingga mengkafirkan Asy'ariyah

6. Menyamakan Asy'ariyah dengan Mu'tazilah dan Jahmiyyah atau Mu'aththilah dalam perkara mutasyabihat

7. Menolak dan menganggap pengajian sifat 20 sebagai satu konsep yang bersumberkan falsafah Yunani

8. Berlindung di balik Manhaj Salaf

9. Golongan mereka ini dikenali sebagai al-Hasywiyyah, al-Karramiyyah, al-Mushabbihah,al-Mujassimah atau al-Jahwiyyah dikalangan ulama Ahli Sunnah wal Jama'ah

10. Sering mengatakan bahwa Abu Hasan Al-Asy'ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah bertaubat dari mazhab Asy'ariyah

11. Mendakwa dulunya ulama Asy'ariyah tidak betul-betul memahami fahaman Abu Hasan

al-Asy'ari, bahkan sering mendakwa dulunya mereka adalah pengikut Imam Abu al-Hasan al-'Ash'ari yang sebenar. Sungguh lucu dakwaan ini [Terbaru]

12. Menolak takwil dalam bab Mutashabihat

13. Sering mendakwa bahwa ramai ummat Islam telah jatuh ke dalam syirik

14. Mendakwa bahwa amalan memuliakan Rasulullah SAW mungkin membawa kepada syirik

15. Tidak menganggap penting kesan-kesan sejarah para anbiya, ulama dan shalihin dengan alasan menghindari syirik

16. Kefahaman yang salah berkenaan syirik sehingga mudah menghukum orang sebagai membuat amalan syirik

17. Menolak tawassul, tabarruk dan istighatsah dengan para anbiya serta shalihin

18. Mengganggap tawassul, tabarruk dan istighatsah sebagai cabang-cabang syirik

19. Memandang remeh karamah para aulia

20. Menyatakan bahawa ibu bapa dan kakek Rasulullah SAW tidak selamat dari azab api neraka.

21. Mengharamkan mengucap "radiallahu anha" bagi ibu Rasulullah SAW, Sayyidatuna Aminah [Terbaru]

22. Menamakan Malaikat Maut sebagai 'Izrail adalah bid'ah [Terbaru] - Fatwa Sholeh Utsaymin.


BERIKUT DALIL DAN PENDAPAT ULAMA TENTANG KAFIR ORANG YANG MENJISIMKAN ALLAH

“Engkau tidaklah menemukan yang serupa dengan-Nya (Allah). (QS. Maryam: 65)
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya. (QS. as-Syura: 11)

Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam bersabda: Allah ada pada azal (Ada tanpa
permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)

sayyidina Ali ibn Abi Thalib -berkata:
"Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan
tempat) tetap seperti semula, ada tanpa tempat" (Dituturkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitabnya al-Farq Bayn al-Firaq, h. 333).

Al-Imam al-Bayhaqi (w 458 H) dalam kitabnya al-Asma Wa ash-Shifat, hlm. 506, berkata:
"Sebagian dalam menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda
Rasulullah shalllallahu 'alayhi wa sallam:
"Engkau Ya Allah azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak ada
sesuatu apapun di atas-Mu, dan Engkau al-Bathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada
sesuatu apapun di bawah-Mu (HR. Muslim dan lainnya). Jika tidak ada sesuatu apapun di
atas-Nya dan tidak ada sesuatu apapun di bawah-Nya maka berarti Dia ada tanpa tempat".


Al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari (w 324 H) berkata:"Sesungguhnya Allah ada tanpa tempat" (Diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam kitab al-AsmaWa ash-Shifat).
Al-Imam al-Asy‘ari juga berkata: "Tidak boleh dikatakan bahwa Allah di satu tempat atau di
semua tempat". Perkataan al-Imam al-Asy'ari ini dinukil oleh al-Imam Ibn Furak (w 406 H)
dalam kitab al-Mujarrad. Syekh Abd al-Wahhab asy-Sya'rani (w 973 H) dalam kitab al-Yawaqit Wa al-Jawahir menukil perkataan Syekh Ali al-Khawwash: "Tidak boleh dikatakan
Allah ada di mana-mana". Maka aqidah yang wajib diyakini adalah bahwa Allah ada tanpa
arah dan tanpa tempat.

al-Al-Imam al-Mujtahid Abu Hanifah an-Nu‘man ibn Tsabit (w 150 H), salah seorang
ulama salaf terkemuka, perintis madzhab Hanafi, berkata:“Allah ta‘ala di akhirat kelak akan dilihat. Orang-orang mukmin akan melihat-Nya ketika
mereka di surga dengan mata kepala mereka masing-masing dengan tanpa adanya keserupaan
bagi-Nya, bukan sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak ada jarak antara mereka dengan
Allah (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas,
bawah, belakang, depan, samping kanan ataupun samping kiri) (Lihat al-Fiqhul Akbar karya
Imam Abu Hanifah dengan Syarahnya karya Mulla Ali al-Qari, h. 136-137).

Al-Imam al-Mujtahid Muhammad ibn Idris as-Syafi‘i (w 204 H), perintis madzhab Syafi‘i,
dalam salah satu kitab karyanya, al-Kaukab al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, berkata:“Ketahuilah bahwa Allah tidak bertempat. Argumentasi atas ini ialah bahwa Dia ada tanpa
permulaan dan tanpa tempat. Maka setelah menciptakan tempat Dia tetap pada sifat-Nya
yang azali sebelum Dia menciptakan tempat; yaitu ada tanpa temapt. Tidak boleh pada hak
Allah adanya perubahan, baik perubahan pada Dzat-Nya maupun pad asifat-sifat-Nya.
Karena sesuatu yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki arah bawah. Dan bila demikian
maka ia pasti memiliki bentuk tubuh dan batasan. Dan sesuatu yang memiliki batasan pasti
sebagai makhluk, dan Allah maha suci dari pada itu semua. Karena itu mustahil pada haknya
terdapat istri dan anak. Sebab hal semacam itu tidak akan terjadi kecuali dengan adanya
sentuhan, menempel dan terpisah. Allah mustahil pada-Nya sifat terbagi-bagi dan terpisahpisah.
Tidak boleh dibayangkan dari Allah adanya sifat menempel dan berpisah. Oleh sebab
itu adanya istilah suami, astri dan anak pada hak Allah adalah sesuatu yang mustahil‖ (Lihat
al-Kaukab al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 13).

“Jika dikatakan bukankah Allah telah berfirman: ar-Rahman 'Ala al-'Arsy Istawa‖?
Jawab:Ayat ini termasuk ayat mutasyabihat. Sikap yang kita pilih tentang hal ini dan ayat-ayat yang semacam dengannya ialah bahwa bagi seorang yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang ini agar supaya mngimaninya dan tidak secara mendetail membahasnya atau
membicarakannya. Sebab seorang yang tidak memiliki kompetensi dalam hal ini ia tidak
akan aman, ia akan jatuh dalam kesesatan tasybih. Kewajiban atas orang semacam ini, juga
seluruh orang Islam, adalah meyakini bahwa Allah -seperti yang telah kita sebutkan di atas-,
Dia tidak diliputi oleh tempat, tidak berlaku atas-Nya waktu dan zaman. Dia maha suci dari
segala batasan atau bentuk dan segala penghabisan. Dia tidak membutuhkan kepada segala
tempat dan arah. Dengan demikian orang ini menjadi selamat danri kehancuran dan
kesesatan‖ (al-Kaukab al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 13).

Al-Imam al-Mujtahid Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal (w 241 H), perintis madzhab
Hanbali, juga seorang Imam yang agung ahli tauhid. Beliau mensucikan Allah dari tempat
dan arah. Bahkan beliau adalah salah seorang terkemuka dalam akidah tanzih. Dalam pada ini
as-Syaikh Ibn Hajar al-Haitami menuliskan:“Apa yang tersebar di kalangan orang-orang bodoh yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Hanbali bahwa beliau telah menetapkan adanya tempat dan arah bagi Allah, maka sungguh hal tersebut adalah merupakan kedustaan dan kebohongan besar atasnya‖ (Lihat Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-Haditsiyyah, h. 144)

Dan masih sangat banyak lagi dalil dan pendapat yang menunjukkan sesat nya aqidah2 dalam Tauhid yang di namai Manhaj Salaf sekarang,maka berhati2lah wahai saudara ku,dengan kelicikan kaum penyesat ummat itu,jangan mudah tertipu dengan kata2 manis mereka,tapi lihatlah dulu maksud dari nya,karena kebusukan2 mereka semua di balut dengan kata2/istilah yang menggugah hati.

na'uzubillah wa nasta'inuhu min zalik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar dengan tidak mengurangi rasa hormat dan tetap menjaga etika