Jama'ah Tabligh

Jamaah Tabligh didirikan oleh syeikh Muhammad Ilyas bin Syeikh Muhammad Ismail, bermazhab Hanafi, Dyupandi, al-Jisyti, Kandahlawi (1303-1364 H). Syeikh Ilyas dilahirkan di Kandahlah sebuah desa di Saharnapur, India. Ilyas sebelumnya seorang pimpinan militer Pakistan yang belajar ilmu agama, menuntut ilmu di desanya, kemudian pindah ke Delhi sampai berhasil menyelesaikan pelajarannya di sekolah Dioband, kemudian diterima di Jam’iyah Islamiyah fakultas syari’ah selesai tahun 1398 H. Sekolah Dioband ini merupakan sekolah terbesar untuk pengikut Imam Hanafi di anak benua India yang didirikan pada tahun 1283H/1867M.

Di Indonesia, hanya membutuhkan waktu dua dekade, Jamaah Tabligh (JT) sudah menggurita. Hampir tidak ada kota di Indonesia yang belum tersentuh oleh model dakwah mereka. Tanda kebesaran dan keluasan pengaruhnya sudah ditunjukkan pada saat mengadakan “pertemuan nasional” di Pesantren  Al-Fatah Desa Temboro, Magetan, Jawa Timur pada tahun 2004. Kenyataan ini sungguh di luar dugaan untuk sebuah organisasi yang relatif baru dan tidak mempunyai akar di Indonesia.

Merebaknya JT sebenarnya hanyalah salah satu sekuen dari perkembangan serupa di banyak negara. Kelompok ini sekarang sedang mewabah di seluruh dunia, dan menjadi ujung tombak gerakan islamisasi di negara-negara atau daerah-daerah non-muslim. Mereka bisa karena menawarkan format Islam yang lebih ramah, sederhana, sentuhan personal serta tekanan pengayaan spritualitas personal. Format semacam ini bagaimanapun mengisi ruang kosong yang ditinggakan oleh kapitalisme dan modernisme.   

Meskipun demikian, JT tetap menimbulkan kontroversi. Sebagian kalangan menuduh kelompok ini  adalah bagian dari jaringan Islam garis keras. Namun, sebagian lainnya, justru berpendapat berbeda. JT  dianggap semata-mata komunitas dakwah yang bersifat apolitis. Adanya perbedaaan pandangan yang sangat tersebut menunjukkan komunitasnya ini sesungguhnya belum banyak dieksplorasi sehingga tidak mudah dipahami. Hal ini sebenarnya wajar, mengingat komunitas ini relatif kurang terbuka kepada publik.

Pemikiran Dasar   
Dalam gerakan Islam kontemporer, Jamaah Tabligh adalah gerakan dakwah yang mempunyai pengikut yang terbesar, pengikutnya hampir ada di setiap negara baik yang dihuni oleh mayoritas muslim maupun non Muslim. Banyaknya pengikut Jamaah Tabligh di berbagai negara tidak terlepas dari pemikiran yang ditawarkan Jamaah Tabligh kepada pengikutnya. Ada dua prinsip yang sangat fundamental bagi Jamaah Tabligh yaitu tidak melibatkan diri dalam politik praktis dan tidak membahas masalah keagamaan yang bersifat khilafiyah.

Pemikiran Jamaah Tabligh lebih jauh bisa dikatakan bertolak belakang secara diametral dengan gerakan dakwah Islam lainnya. Sedikitnya ada empat prinsip dalam Jamaah Tabligh yang paradoks dengan gerakan dakwah Islam lain;

Pertama, menurut Jamaah Tabligh, pada saat ini pintu ijtihad sudah ditutup. Sebab menurut Jamaah Tabligh, syarat-syarat ijtihad yang dikemukakan ulama salaf sudah tidak ada lagi di kalangan ulama saat ini. Karena itu, ada keharusan bagi kaum muslimin untuk bertaklid. Pemikiran sangat bertentangan dengan pemikiran Muhammad Abduh, pemikir muslim dari Mesir, yang membuka pintu ijtihad seluas-luasnya agar kaum muslimin dapat maju.

Kedua, pendekatan dakwah dan ibadah yang digunakan adalah dengan cara tasawuf, tidak dengan politik, sosial, budaya ataupun perlawanan bersenjata. Sebab Jamaah Tabligh sangat meyakini bahwa tasawuf adalah cara untuk mewujudkan hubungan dengan Allah dan memperoleh kelezatan iman. Mengutamakan ibadah mahdhoh, sebagaimana tasawuf, banyak ditentang oleh gerakan Islam lainnya terutama oleh gerakan Wahabi, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin dll.

Ketiga, Jamaah Tabligh tidak memandang perlu nahi munkar, dengan alasan bahwa fase sekarang menurut Jamaah Tabligh adalah fase mewujudkan iklim yang kondusif bagi masuknya kaum muslimin ke dalam Jamaah mereka. Dengan prinsip ini, kehadiran Jamaah Tabligh di berbagai tempat nyaris tak mendapat resistensi. Prinsip ini banyak mendapat kritik dari berbagai kalangan pemikir Islam, sebab dengan demikian (tanpa nahi munkar) Islam seperti agama Hindu, hanya menyeru kebaikan, tanpa mau mencegah kemunkaran.

Keempat, Jamaah Tabligh memisahkan antara agama dan politik. Setiap anggota tidak berhak mengkaji politik atau terjun ke dalam urusan yang berhubungan dengan pemerintahan. Sebab menurut Jamaah Tabligh politik praktis hanya akan membawa kepada perpecahan. 

Konsep Khuruj

Salah satu ciri khas gerakan Jamaah Tabligh adalah adanya konsep khuruj (keluar untuk berdakwah). Dalam konsepsi Jamaah Tabligh, seseorang akan dianggap sebagai pengikut Jamaah Tabligh, jika sudah turut serta dalam khuruj. Sebab khuruj bagi Jamaah Tabligh merupakan sebuah kewajiban.

Konsep khuruj yang dibangun Jamaah Tabligh berdasarkan landasan teologis pimpinan Jamaah Tabligh.  Landasan hukum khuruj bagi jamaah tabligh berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an (Al-Imran : 104 dan Al-Imran :110).

Begitu juga dengan hadist, khuruj didasarkan pada satu hadits Nabi yang berbunyi "apabila ummatku di akhir zaman mengorbankan 1/10 waktunya di jalan Allah, akan diselamatkan." Maka setiap hari mereka juga harus menyisakan 2,5 jam waktu mereka untuk berdakwah. Yang lebih menekankan kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti dzikir, zuhud, dan sabar.

Penafsiran akan arti khuruj yang dimaksud oleh ayat di atas, berdasarkan mimpi pendiri Jama’ah Tabligh ini, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran 110 yang berbunyi : “Kuntum khoiru ummatin ukhrijat linnasi …” menurutnya kata ukhrijat dengan makna keluar untuk mengadakan perjalanan (siyahah).

Konsep khuruj dalam aplikasinya terdiri dari tiga tahap;
• 3 hari dalam sebulan
• 40 hari dalam setahun
• 4 bulan sekali dalam hidup

Dalam khuruj yang dilakukan, tempat dan target dakwah sudah ditentukan. Biasanya mereka yang khuruj berkelompok terdiri dari 5-10 orang. Mereka biasanya diseleksi oleh anggota syura Jamaah Tabligh siapa saja yang layak untuk khuruj. Mereka yang khuruj dikirim ke berbagai kampung yang telah ditentukan. Di kampung tempat berdakwah, para Jamaah Tabligh ini, menjadikan masjid sebagai base camp. Kemudian mereka berpencar ke rumah-rumah penduduk untuk mengajak masyarakat lokal untuk menghadiri pertemuan di masjid dan mereka akan menyampaikan pesan-pesan keagamaan.

Konteks Politik

Apabila mencermati ajaran dan metode dakwahnya, JT memang tetap setia dengan pendekatan non-politik. Pendekatan ini telah sukses menarik kalangan non-muslim maupun muslim yang kurang taat untuk menjaid muslim shaleh.

Namun, JT sesungguhnya tidak pernah menarik garis tegas dengan gerakan-gerakan Islam radikal. Oleh karena itu, politisasi JT selalu terjadi. Hal ini ditunjang oleh metode pembinaan pasca tabligh yang lemah, menjadikan massa penganut JT mudah dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok Islam lainnya.

Inilah yang terjadi di Pakistan. Konstituen JT yang meluas pada akhirnya dimanfaatkan oleh beragam kekuatan. Presiden Pakistan, Mohammad Rafique Tarar dan Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif, adalah tokoh penting yang  pernah memfasilitasi perkembangan JT di Pakistan. Sayangnya, JT juga pernah terlibat usaha kudeta militer di Pakistan  pada tahun 1995. Di samping itu, beberapa anggotanya juga terlibat dalam organisasi Harakat ul-Mujahideen, sebuah kelompok Islam garis keras di Pakistan.

Sekarang ini bahkan diyakini bahwa sebagian besar pendukung Taliban di Afganistan, juga merupakan konstituen JT.

Jaringan Jamaah Tabligh

Pengikut Jamaah Tabligh tersebar di lima benua terdiri dari 215 negara. Adapun pusat Jamaah Tabligh berada di perkampungan Nidzammudin, Delhi, India. Mereka memiliki masjid sebagai pusat tabligh yang dikelilingi oleh 4 kuburan wali. Dari Niszamudin inilah gerakan Jamaah Tabligh dikendalikan.

Meski pusat gerakan di India, namun negara lainnya seperti Banglades dan Pakistan tidak kurang pentingnya dalam gerakan Jamaah Tabligh. Sehingga poros India-Pakistan-Bangladesh, menjadi semacam base camp bagi para aktivis jamaah tabligh. Setiap orang disarankan meluangkan empat bulan khuruj-nya ke tiga negara di Asia Selatan tersebut. Sebab ketiga negara tersebut, India-Pakistan-Bangladesh bisa diibaratkan sebagai centre of excellence sebagaimana Universitas Al-Azhar, Madinah, Harvard, Oxford, atau MIT bagi ilmu-ilmu.

Pentingnya ketiga tempat ini, terlihat dari antusiasnya anggota jamaah Tabligh dalam menghadiri acara ijtima’ yang diadakan setiap tahun. Pada tahun 1998 telah diadakan konferensi internasional tahunan di Raiwind dekat Lahore dan di Tongi dekat Dhaka, Banglades, yang telah dihadiri lebih dari satu juta kaum muslimin dari 94 negara. Konferensi internasional Jamaah Tabligh tahunan ini merupakan berkumpulnya umat Islam terbesar kedua setelah haji di Mekkah, 'the second biggest muslims gathering after hajj'.

Konferensi internasional tahunan jamaah tabligh ini juga diadakan di Amerika Utara dan Eropa. Konferensi tersebut bisa mendatangkan 10.000 muslim, dari seluruh negara-negara di Amerika Utara dan Eropa, mungkin salah satu perkumpulan terbesar muslim di Barat.

Untuk mengadakan acara Internasional tersebut atau ijtima’ dana didapatkan dari para donatur jamaah tabligh. Para donatur tersebut pada umumnya adalah para pedagang yang juga anggota jamaah tabligh. Para donatur menyumbang seikhlasnya, namun karena pada umumnya para donatur adalah wiraswastawan, maka kebutuhan untuk ijtima’ selalu tertutupi.

Dalam menjalankan organisasi jamaah tabligh, mempunyai beberapa kantor perwakilan yang menjadi koordinator dakwah disetiap wilayah. Seperti disebutkan di atas kantor utama Jamaah Tabligh, yang dikenal dengan nama Markaz di Nizamudin, New Delhi, India. Kantor utama di Eropa adalah di Dewsbury, Inggris. Asia Timur berpusat di Jakarta, Indonesia. Untuk Afrika berpusat di Derbun, Afrika Selatan.

Meski tersebar di berbagai negara dan memiliki anggota ratusan ribu, namun jamaah tabligh secara administratif tidak mencatat setiap anggotanya. Keanggotaan lebih ditentukan melalui ikatan emosional. Keanggotaan terkontrol bila ada acara-acara ritual mingguan, bulanan atau ketika khuruj. Demikian juga dengan struktur organisasi, nyaris dibilang tak mempunyai struktur, yang ada hanya amir dan para pembantunya yang tidak terstruktur.


Jumlah Anggota

Jumlah anggota Jamaah Tabligh dibagi pada tiga kategori. Pertama, anggota aktif, yang dimaksud dengan anggota aktif, adalah mereka yang selalu berdakwah (membaca Riyadhus Shalihin atau kitab yang dijadikan referensi oleh Jamaah Tabligh, setelah shalat dhuhur atau Asar di berbagai masjid) dan juga pada umumnya anggota aktif selalu memakai pakaian yang dianggap sunnah seperti pakaian putih dengan sorban dan berjenggot dan juga selalu rutin menghadiri pengajian mingguan setiap Jum’at malam. Jumlah anggota aktif ini tidak terlalu banyak ada sekitar 7.500 orang diseluruh Indonesia. Jumlah anggota aktif ini juga terkait dengan pekerjaan, pada umumnya anggota aktif adalah para pedagang atau wiraswastawan.

Kategori kedua adalah anggota yang setengah aktif, mereka adalah anggota Jamaah Tabligh yang kadang-kadang mau berdakwah (membaca Riyadhus Shalihin atau kitab yang dijadikan referensi oleh Jamaah Tabligh, setelah shalat dhuhur atau Asar di berbagai masjid), mereka juga kadang-kadang memakai pakaian putih dan sorban dan juga kadang-kadang mengahadiri pengajian Jum’at malam. Jumlah anggota kategori kedua ada sekitar 10.000 orang di seluruh Indonesia. Anggota kategori kedua, pada umumnya menjadi pegawai, sehingga mempunyai waktu yang terbatas.

Kategori ketiga, anggota tidak aktif atau masih pada tahap belajar. Karakter anggota ini, tidak pernah mau berdakwah kecuali kalau diajak oleh anggota aktif. Pada umumnya belum begitu paham dasar-dasar Islam. Tidak pernah berpakaian putih (gamis) dan bersorban dan pada umumnya malu kalau menyatakan diri sebagai anggota Jamaah Tabligh. Keterkaitannya dengan Jamaah Tabligh jika diajak khuruj dan mempunyai waktu mereka pada umumnya ikut serta khuruj. Kategori ketiga tidak mempunyai kaitan dengan status pekerjaan. Jumlah anggota non aktif ini sekitar 15.000 orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar dengan tidak mengurangi rasa hormat dan tetap menjaga etika